Di zaman sekarang yang seringkali sudut pandang material yang dijadikan sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang, seringkali kita menjadi kurang bersyukur. Bahkan tidak sedikit dari kita yang menjadi kufur ni’mat. Padahal banyak sekali limpahan ni’mat yang Allah Ta’aalaa berikan kepada kita yang patut senantiasa kita syukuri. Bukankah masih tertancapnya iman di dalam sanubari kita merupakan ni’mat dari Allah ‘Azza wa Jalla yang sangat besar keutamaannya ?.
Tidak sedikit dari kita mengomentari ni’mat iman yang merupakan ni’mat spiritual dengan mengatakan : “ Emangnya pake iman bisa makan kenyang ?. Emangnya belanja kebutuhan sehari-hari bisa dibayar pake iman? ”. Perkataan seperti ini sangat tidak pantas terlontar dari seorang muslim. Bukankah Allah ‘Azza wa Jalla telah menjamin rezeki kita semua ?. Bahkan bukan hanya kita sebagai manusia, seluruh makhluk pun yang ada di langit dan di bumi telah Allah jamin rezekinya.
Seharusnya sebagai seorang muslim, kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’aalaa atas berbagai macam limpahan ni’mat yang telah dikaruniakan kepada kita. Ketika kita berharap keni’matan ditambah , maka tambahkan pula bersyukurnya kita. Sebaliknya jika kita mengingkari ni’mat tersebut, maka ketahuilah bahwasanya adzab Allah sangatlah pedih. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Q.S. Ibrahim ayat 7 )
Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini. Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata :
أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي
“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita melihat kepada orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia agar kita menjadi orang yang bersyukur dan qana’ah yaitu selalu merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan, juga tidak hasad (dengki) dan tidak iri pada orang lain. Karena ketahuilah bahwa kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati yaitu hati yang selalu merasa cukup dengan karunia yang diberikan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab “Kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan hati (hati yang selalu merasa cukup).”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Seandainya seseorang mengetahui kenikmatan yang seolah-olah dia mendapatkan dunia seluruhnya, tentu betul-betul dia akan mensyukurinya dan selalu merasa qona’ah (berkecukupan). Kenikmatan tersebut adalah kenikmatan memperoleh makanan untuk hari yang dia jalani saat ini, kenikmatan tempat tinggal dan kenikmatan kesehatan badan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَن أَصبَحَ مِنكُمْ آمِنًا فِي سِربِهٖ مُعَافًى فِي جَسَدِهٖ عِندَهُ قُوْتُ يَوْمِهٖ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ ٱلدُّنْياَ
“ Barangsiapa di antara kalian merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan” badan, dan diberi makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dia telah memiliki dunia seluruhnya.” (HR. Tirmidzi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan )
Oleh karena itu, banyak berdo’alah pada Allah agar selalu diberi kecukupan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina) (HR. Muslim)
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.” (Syarh Muslim, 17/41)
Ya Allah, berikanlah pada kami sifat ‘afaf dan ghina. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.