Sebagaimana yang telah kami sampaikan di artikel sebelumnya, kali ini kita lanjutkan kembali beberapa riwayat terkait dengan wasiat para salaf dalam menjaga lisan. Perhatian mereka, rahimahumullah, sangatlah besar dalam perkara ini. Memang lidah tidaklah bertulang, akan tetapi lantaran sebab lidah, perhitungannya di hadapan Allah Ta’ala kelak jauh lebih keras dibandingkan dengan kerasnya baja sekalipun. Nas-alullaaha as-salaamah wal ‘aafiyah.

Diriwayatkan, bahwa Ibnu Buraidah mengatakan, “Aku melihat Ibnu ‘Abbas memegangi lidahnya sambil berkata ‘Celaka engkau, katakanlah kebaikan, engkau mendapatkan keberuntungan. Diamlah dari keburukan, niscaya engkau selamat. Jika tidak, ketahuilah bahwa engaku akan menyesal.’” [Aafatul Lisaan, hlm. 161]

Diriwayatkan, bahwa An-Nakhai berkata, “Manusia binasa pada fudhuulul maal (harta yang melebihi kebutuhan) dan fudhuulul kalam.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339]

Diriwayatkan, bahwa ada seseorang yang bermimpi bertemu dengan seorang alim besar. Kemudian orang alim itu ditanya tentang keadaannya, dia menjawab, “Aku diperiksa tentang satu kalimat yang dahulu aku ucapkan. Yaitu aku dahulu pernah mengatakan, ‘Manusia sangat membutuhkan hujan!’ Aku ditanya, ‘Tahukah engkau, bahwa Aku (Allah) lebih mengetahui terhadap mashlahat hamba-hamba-Ku?” [Aafatul Lisaan, hlm. 160-161]

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Seorang mukmin itu menyedikitkan omongan dan memperbanyak amalan. Adapun orang munafik, dia memperbanyak omongan dan menyedikitkan amalan.”

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Selama aku belum berbicara dengan satu kalimat, maka aku menguasainya. Namun jika aku telah mengucapkannya, maka kalimat itu menguasaiku.”

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, “Diam adalah ibadah tanpa kelelahan, keindahan tanpa perhiasan, kewibawaan tanpa kekuasaan, Anda tidak perlu beralasan karenanya, dan dengannya aibmu tertutupi.” [Lihat Hashaaidul Alsun, hlm. 175-176]

Kesimpulannya adalah bahwa kita diperintahkan berbicara yang baik, dan diam dari keburukan. Jika berbicara hendaklah sesuai dengan keperluannya. Dipikirkan matang-matang terdahulu sebelum kita berucap, karena ucapan yang keluar dari lisan kita jauh lebih cepat dibandingkan dengan anak panah yang melesat dari busurnya. Ucapan memang terkadang bisa ditarik kembali, akan tetapi keburukan yang tercipta dari kesalahan sangatlah sulit dihilangkan kalau bukan karena pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla. Wallahul Musta’an.