Wajarnya , kebanyakan dari kita ketika mendapatkan perlakuan kezhaliman, minimal pasti terbersit rasa kecewa di dalam dirinya, sedih, marah,atau bahkan menghardik orang yang menzhaliminya. Kezhaliman bisa saja terjadi pada perlakuan orang lain yang tidak menyenangkan, dihina atatupun dicaci maki, difitnah dengan tuduhan yang tidak benar, dimakan hartanya yang padahal jelas-jelas sudah menjadi haqnya, dan sebagainya. Memang setiap orang berhak untuk membalas kezhaliman yang diperoleh, akan tetapi pernahkah kita membayangkan , bagaimana seandainya kita yang Allah Ta’ala taqdirkan berbuat zhalim kepada orang lain, baik sengaja atau tidak disengaja?. Tentu sudah pasti , sedikit atau banyak, akan terbersit di dalam hati kita untuk mendapatkan maaf dari orang yang telah terzhalimi oleh kita. Nah, bagaimana Allah Ta’ala memberikan balasan bagi mereka yang memaafkan orang lain?. Allah Ta’ala berfirman :

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan”(Q.S.Ali Imran : 133-134)

Disebutkan pada ayat di atas , bahwasanya di antara orang-orang yang Allah Ta’ala sediakan surga yang luasnya seluas langit dan bumi adalah mereka yang dikatakan dalam ayat :

وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ

“……dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.”

Yaitu orang yang menahan amarahnya pada keadaan ia yang terzhalimi, bukan marah atas keegoisannya. Dan juga disebutkan orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Walaupun yang dimaafkan adalah kesalahan yang dipandang sudah sangat keterlaluan. Demikianlah keadaan mereka yang Allah Ta’ala kelak sediakan surga yang sangat luas, yaitu mereka-mereka yang hanya mengharapkan ganjaran amal yang sempurna dari Rabb Yang Maha Sempurna.

Keni’matan yang didambakan setiap orang tentunya tergantung dari besarnya perjuangan yang ia tempuh. Dalam hal ini, kehidupan kita di dunia adalah tempat perjuangan kita semaksimal mungkin demi menggapai surganya Allah Ta’ala. Jerih payah, letih,lelah, pengorbanan, kesedihan, ketidaknyamanan, dan segala macam hal yang kita lalui di dunia ini sangat menentukan hasil balasan yang kelak kita peroleh di akhirat nanti. Lantas, ketika di dunia kita hanya mengikuti hawa nafsu, malas beribadah, tidak mempedulikan dari jalan apa kita mengumpulkan harta, mengabaikan hukum syariat Allah Ta’ala, bagaimana mungkin bisa memperoleh keni’matan di akhirat kelak?.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga diliputi hal-hal yang tidak menyenangkan dan neraka diliputi syahwat.” (H.R.Muslim)

Dahulu ada salah seorang ulama tabi’in yang kisahnya bisa kita jadikan teladan dalam hal memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadanya. Ia merupakan murid langsung dari sahabat mulia, yaitu Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Saking istimewanya tingkatan ketaqwaan beliau, Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu sampai pernah mengatakan :

يَا أَبَا يَزِيد، لَوْ رَآكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَحَبَّكَ

“Wahai Abu Yazid, seandainya Rasululllah shallallahu ‘alayhi wasallam bertemu denganmu, beliau pasti akan mencintaimu”

Alangkah istimewanya ketaqwaan seorang ulama tabi’in ini, sampai-sampai Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memujinya seitimewa ini. Siapakah gerangan?. Beliau adalah Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah.

Di antara sekian banyak peristiwa yang dialaminya, suatu ketika Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah menunjukkan sifat pemaafnya yang luar biasa. Ketika itu, beliau berada di dalam masjid, dan ada seorang lelaki yang berdiri di belakangnya. Saat shalat berjamaah hendak didirikan, lelaki ini menyuruh Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah untuk maju ke depan. Padahal di saat itu beliau tidak mendapati tempat untuk bisa maju. Akan tetapi, lelaki itu dengan kasarnya malah memaksa beliau untuk maju dan memukul tengkuk Ar-Rabi’ rahimahullah. Bagaimana jika yang dialami oleh Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah terjadi pada kita?. Paling tidak kita tentunya akan memaki lelaki tersebut. Bahkan tidak sedikit bisa saja kita langsung membalas pukulan tersebut.

Tahukah apa yang terjadi setelah itu?. Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah menoleh ke lelaki tersebut dalam keadaan tidak marah sedikitpun.Dan beliau mengatakan : ” Semoga Allah merahmatimu, semoga Allah merahmatimu”. Sontak lelaki tersebut menangis tersedu-sedu ketika mengetahui bahwa orang yang dipukul lehernya adalah Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah. Peristiwa ini mustahil bisa terjadi kalau bukan karena mulianya akhlak yang ada pada diri seorang Ar-Rabi’ ibnu Khutsaym rahimahullah. Sungguh beliau benar-benar pewaris Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam.