Bab V

Dakwah kepada Tauhid

Setelah mengenal tauhid, berbahagia dengan jauh dari kesyirikan, menggantungkan diri dan segala urusan hanya kepada Allah ﷻ, maka hendaklah seorang hamba menularkan kebahagiaan tersebut kepada orang lain. Allah ﷻ mengecualikan orang yang berdakwah kepada agamaNya dari kerugian sebagaimana telah sama-sama kita ketahui dalam surat al-’ashr. Maka bab ini sangat tepat ketika diurutkan setelah bab-bab tentang keutamaan tauhid, dan bahaya kesyirikan.

 

Dakwah ini adalah sebuah keutamaan. Dakwah kepada Allah ﷻ adalah tugas paling mulia, tugas orang-orang mulia, yaitu para Nabi dan Rasul Allah ﷻ. Jihad dengan pedang adalah puncak dari islam, namun jihad dengan lisan juga adalah sebuah kemuliaan bahkan lebih dibutuhkan daripada jihad dengan pedang, karena jihad dengan pedang membutuhkan syarat-syarat yang harus terpenuhi sedangkan jihad dengan lisan dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun.

 

Dakwah kepada tauhid secara global dilakukan oleh kelompok-kelompok kaum muslimin, namun dakwah kepada tauhid secara detail tidaklah menjadi perhatian yang besar oleh mereka.

 

Dalil pertama

 

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. QS Yusuf – 108.

Perlu diperhatikan pada ayat ini bahwa Allah ﷻ menyuruh Rasulullah ﷺ mengikrarkan dan menyerukan tauhid kepada orang-orang musyrikin. Ayat ini sering digiring kepada makna dakwah umum saja, padahal mengandung dakwah khusus, yaitu dakwah kepada tauhid. Maka sebagaimana untuk shalat, haji, Rasulullah ﷺ  menyuruh kita untuk mengikutinya dengan lafal langsung, dakwahpun juga begitu. Bahkan perintah ini datang langsung dari Allah ﷻ, menunjukkan bahwa perkara dakwah kepada tauhid adalah perkara yang teramat agung untuk selalu diperhatikan.

Berdakwah di jalan Allah ﷻ wajib disertai dengan ilmu, karena tanggungjawab keyakinan dan amalan orang-orang yang mendengarkan dakwah bukanlah hal yang mudah. Ini adalah fitnah akhir zaman yang telah disinggung berabad-abad yang lalu oleh shahabat Rasulullah ﷺ, Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata, “akan terjadi fitnah di akhir zaman, ketika sedikit ulama kalian dan banyak para penceramah dari kalian”.

 

Dalil kedua

Ibnu Abbas berkata : ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda kepadanya :

إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله – وفي رواية : إلى أن يوحدوا الله -، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب

 

Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat Laa Ilaaha Illallaah (Tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah)– dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”-, jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan pada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah” (HR. Bukhori dan Muslim)..

 

Faidah dari hadits yang panjang ini adalah sebagai berikut :

  1. Rasulullah ﷺ memperhatikan orang-orang ahlul kitab dengan islamisasi. Karena mereka juga manusia yang berhak mendapatkan dakwah ini.
  2. Rasulullah ﷺ mengutus para shahabat yang bukan ahlul bait, ini bantahan bagi orang-orang yang mengira bahwa agama ini harus diambil dari ahlul bait saja.
  3. Seseorang harus mengerti objek dakwah. Maka pada awal arahannya, Nabi ﷺ menegaskan bahwa yang akan Muadz datangi adalah para ahlul kitab yang sejatinya mereka adalah orang-orang yang mengenal Allah ﷻ namun mereka ingkari.
  4. Tauhid yang dimaksudkan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadits ini adalah tauhid ibadah, karena ahlul kitab mengesakan Allah ﷻ dalam rububiyyah atau ketuhanan, tidak pada ibadah mereka.
  5. Aqidah tidak harus diambil dari hadits mutawatir, hingga diantara kaum muslimin yang berfaham seperti ini (dari golongan mu’tazilah) menolak adanya adzab kubur karena kabar adzab kubur diriwayatkan dari jalur ahad bukan mutawatir. Pada hadits ini kita dapatkan bahwa Nabi ﷺ mengirim Muadz (dengan Abu Musa Al-Asy’ari, namun beda wilayah) hanya satu orang, dan yang akan dijelaskan oleh beliau kepada para penduduk yaman pertama kali adalah perkara-perkara aqidah, ini menunjukkan bahwa perkara aqidah dapat diambil walaupun hanya dari satu orang selama kabar ini dapat dipercaya.
  6. Hadits ini juga menerangkan tahapan-tahapan dalam penyampaian dakwah.
  7. Kewajiban yang pertama kali atas seorang hamba adalah tauhid. Tidak seperti orang-orang filsafat yang mengatakan bahwa kewajiban pertama kita adalah ragu dan nadzhar, atau mencari-cari tauhid yang pada hakikatnya sudah terpatri dalam jiwa setiap manusia ciptaan Allah ﷻ.

 

Dalil ketiga

 

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Rasulullah  disaat perang khaibar bersabda :

لأعطين الراية غدا رجلا يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله، يفتح الله على يديه، فبات الناس يدوكون ليلتهم أيهم يعطاها، فلما أصبحوا غدوا على رسول الله كلهم يرجون أن يعطاها، فقال : أين علي بن أبي طالب ؟، فقيل : هو يشتكي عينيه، فأرسلوا إليه فأتي به، فبصق في عينيه ودعا له، فبرأ كأن لم يكن به وجع، فأعطاه الراية، فقال : انفذ على رسلك حتى تنـزل بساحتهم، ثم ادعهم إلى الإسلام، وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه، فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم، يدوكون أي يخوضون

 

Sungguh akan aku serahkan bendera (komando perang) ini besok pagi kepada orang yang mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai oleh Allah dan RasulNya, Allah akan memberikan kemenangan dengan sebab kedua tangannya”, maka semalam suntuk para sahabat memperbincangkan siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera itu, di pagi harinya mereka mendatangi Rasulullah,. masing-masing berharap agar ia yang diserahi bendera tersebut, maka saat itu Rasul bertanya : “di mana Ali bin Abi Tholib?, mereka menjawab : dia sedang sakit pada kedua matanya, kemudian mereka mengutus orang untuk memanggilnya, dan datanglah ia, kemudian Rasul meludahi kedua matanya, seketika itu dia sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit, kemudian Rasul menyerahkan bendera itu kepadanya dan bersabda : “melangkahlah engkau kedepan dengan tenang hingga engkau sampai ditempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka akan hak-hak Allah dalam Islam, maka demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan sebab kamu itu lebih baik dari onta-onta yang merah.

 

Hadits ini menerangkan besarnya pahala berdakwah, yaitu ketika seseorang menghantarkan dakwah tauhid ini kepada para manusia agar mereka mengesakan Allah ﷻ dalam ibadah mereka dan mengagungkan Allah ﷻ dalam kehidupan mereka, meyakini bahwa Allah ﷻ lah yang menciptakan langit dan bumi, Pemiliknya yang Maha Agung, tidak ada sekutu bagiNya.

 

Ustadz juga mengingatkan bahwa berdakwah adalah perdagangan yang sangat menguntungkan. Hanya dengan menunjukkan arah saudara kita, kita akan mendapatkan pahala dakwah itu sendiri dan pahala orang yang mengerjakan petunjuk tersebut. Kabar gembira ini disampaikan oleh Rasulullah ﷺ tatkala ada orang yang ingin meminta tunggangan beliau sedangkan beliau tidak memilikinya saat itu, maka datanglah shahabat mulia dengan berkata “aku akan tunjukkan baginya orang yang memiliki tunggangan”. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda dengan sabda beliau yang sangat masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

 

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjukkan orang lain kepada kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya”.