Bab Pertama
Kitab tauhid
Tauhid secara bahasa adalah mengesakan. Lafal tauhid datang dari sabda Nabi ﷺ, kepada Muadz bin Jabal, pada saat mendelegasikan beliau ke wilayah Yaman, beliau ﷺ bersabda “an yuwahhiduu Allah” artinya “agar mereka mentauhidkan Allah” dalam riwayat Imam Bukhari. Juga ada lafal dari Nabi ﷺ bahwa ada seorang yang tidak mempunyai amalan shalih satupun kecuali tauhid, saat dia akan meninggal dia memanggil anak-anaknya untuk membakar mayatnya sampai hangus dan menyebarkan abunya agar tidak menyatu dan seakan dia tidak pernah terlahir, maka tiba-tiba dia dibangkitkan di genggaman Allah ﷻ, saat ditanya oleh Allah ﷻ dia mengutarakan alasannya bahwa dia melakukan itu karena takut kepada Allah ﷻ.Kemudian pada sebuah hadits juga bahwa Al ‘Ash bin Wail, bapaknya shahabat Amr bin al Ash, bernadzar melayani orang haji dengan menyembelih 100 onta pada zaman jahiliyyah, dan akhirnya beliau meninggal sebelum menunaikan, akhirnya anaknya yang menunaikan sebagai bakti pada orang tuanya, Hisyam bin al Ash menyembelih 50 onta, dan Amr bin al Ash ingin menyembelih sisanya 50 onta, namun sebelum menyembelih beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ mengatakan, “seandainya bapakmu dulu bertauhid maka nadzat tersebut akan bermanfaat baginya”. Serta datang dari riwayat Jabir bin Abdillah pada sifat haji Rasulullah ﷺ, Jabir mengabarkan dengan mengatakan “fa ahalla bit tauhid”, yang artinya bahwa “Nabi ﷺ bertahlil dengan tauhid”, menyelisihi tahlil orang-orang musyrik.
Ulama-ulama selain beliau seperti Imam Ibnu khuzaimah, Imam Ibnu Mandah, dan Imam Bukhari menulis kitab tauhid dalam tulisan khusus terpisah ataupun dalam bagian dari kitab-kitab mereka.
Ulama membagi tauhid menjadi 3, tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah, tauhid Asma Allah ﷻ dan sifat-sifatNya. Pembagian ini adalah sarana dan bukan tujuan, karena ada orang yang tidak tahu pembagian ini tapi baik imannya pada Allah, dan karena banyak penyimpangan dalam tauhid sehingga dibutuhkan sebuah rumus agar tauhid dikembalikan kepada kelurusannya dalam mengesakan Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman, “Dan tidaklah mereka beriman kecuali mereka menyekutukan Allah” -QS Yusuf 106-. Kenapa bisa iman digabung dengan kesyirikan? Berarti mereka memiliki sisi tauhid yang benar dari tauhid dan iman, dan memiliki sisi yang salah. Mereka apabila ditanya tentang siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka mengatakan Allah ﷻ, tapi kita melihat mereka menyembah selain Allah ﷻ. Maka kelurusan dan kesatuan tauhid sudah dinodai dan terpecah belah, ada yang dipahami dengan benar dan ada yang salah dipahami. Maka dibutuhkan penyatuan ini, dan penjelasannya agar seseorang mencapai tingkatan tauhid yang sempurna dan tidak dinodai oleh kesalahpahaman.
Dalil pertama :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Manusia dan jin adalah dua makhluq yang Allah bebani syariatNya.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ ﴿١٧٩﴾
Artinya : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Tujuan kita hidup adalah ibadah, maka semua sisi kehidupan yang kita lalui seharusnya bernilai ibadah dan mengharap pahala dari Allah ﷻ. Maka akan berbeda antara orang yang berniat dan orang yang tidak berniat mencari pahala dan ridha Allah ﷻ dalam setiap amalannya. Ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah ﷺ dalam salah satu sabda beliau yang artinya, “tidaklah kamu berinfaq dengan berharap wajah Allah ﷻ, kecuali kamu akan diberi pahala atasnya, hingga ketika menyuap istripun akan Allah ﷻ beri pahala”
Ayat pertama ini membantah liberal dan pluralisme. Bagi mereka semua agama baik selama akhlaq mulia karena agama itu pengantar manusia kepada akhlaq yang mulia. Ini tidak benar, karena yang paling utama adalah hubungan hamba dengan Rabbnya. Abu thalib adalah orang paling berakhlaq dari orang-orang kuffar, namun karena tidak mentauhidkan Allah ﷻ, maka nerakalah tempatnya. Amr bin Luhay menyembelih ribuan onta untuk jamaah haji jahiliyyah, namun karena kesyirikan kepada Allah ﷻ akhirnya dia juga di neraka.
Rasulullah ﷺ bersabda, “apakah engkau menyekutukan Allah, sedangkan Dia yang menciptakanmu?!”.
Dalil kedua :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Ini dalil tegas bahwa tatkala Allah ﷻ menciptakan manusia hanya untuk menyembah Allah ﷻ, dan sebagai bentuk rahmat dan kasih sayangNya, Allah ﷻ mengutus rasul-rasul untuk mengingatkan hal yang sangat penting ini, yaitu bertauhid serta menjauhi syirik dan thaghut.
Dalam tafsir kontemporer, mereka mengatakan bahwa tugas utama para nabi adalah khilafah ilahiyyah. Ini tidak benar, karena Allah ﷻ yang mengatakan bahwa pokok pembahasan mereka dari awal risalah adalah tauhid. Walaupun nanti pada saatnya Allah ﷻ jika berkehendak memberikan kekuasaan kepada mereka maka ini yang terbaik dari Allah ﷻ, namun ini bukanlah tujuan utama. Kita rindu khilafah, namun jangan sampai mengenyampingkan pembahasan tauhid.
Dalil ketiga :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Inilah makan tahlil. Pengitsbatan dan penafian. Pengitsbatan keesaan Allah dalam ibadah dan menafikan ibadah kepada selainnya.
Ayat ini juga mengandung penekanan bakti kepada orang tua. Apalagi di saat mereka sudah tua dan tidak mampu lagi berbuat banyak. Allah ﷻ menggandeng tauhid dan berbaikti kepada orang tua. Jika kita benar-benar berbakti pada orang tua berarti kita telah mengagungkan Allah ﷻ.
Allah ﷻ juga berfirman, “Beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukan Allah dengan sesuatupun”
Jika kita perhatikan pada larangan Allah ﷻ dalam ayat ini, penggalan ini mengandung dua keumuman :
- Keumuman pada bentuk larangan, yang berarti tidak diperbolehkan siapapun dari manusia melakukan kesyirikan dalam bentuk apapun, syirik besar ataupun syirik kecil.
- Keumuman pada hal yang dilarang, yang berarti tidak diperbolehkan siapapun dari manusia menyekutukan Allah ﷻ dengan apapun juga.
Dalil keempat :
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
Ayat ini mengandung larangan-larangan yang beragam, larangan berbuat syirik, membunuh anak, berzina, membunuh orang, mendzhalimi anak yatim pada hartanya, dan lain-lain. Dan yang paling berbahaya daripada dosa-dosa setelahnya dan selainnya adalah yang pertama dilarang dalam ayat ini, yaitu kesyirikan.
Dalil terakhir :
كنت رديف النبي على حمار، فقال لي :” يا معاذ، أتدري ما حق الله على العباد، وما حق العباد على الله ؟ قلت : الله ورسوله أعلم، قال : حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا، قلت : يا رسول الله، أفلا أبشر الناس ؟ قال : ” لا تبشرهم فيتكلوا “.
“Aku pernah diboncengkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam di atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku : “wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti dipenuhi oleh Allah?”, Aku menjawab : “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda : “Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya ialah hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun”, lalu aku bertanya : ya Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?, beliau menjawab : “Jangan engkau lakukan itu, karena khawatir mereka nanti bersikap pasrah (tanpa mau berusaha)” (HR. Bukhari, Muslim).
Ini dalil yang menunjukkan keagungan tauhid, tauhid ini adalah hak Allah. Keagungan ini sampai pada titik bahwa Allah mewajibkan DzatNya tidak akan mengadzab hambaNya yang menjauhi syirik.