* Kafirkah Seseorang Yang Meninggalkan Shalat Dengan Sengaja Karena Malas Tetapi Tidak Mengingkari Kewajibannya ? *

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, An Nasaa’i dan Ibnu Majah, lihat Misykatul Mashobih no. 574)

Yang dimaksudkan dengan kufur karena meninggalkan shalat pada dalil diatas adalah kufur amali (perbuatan) dan BUKAN kufur i’tiqodi (keyakinan) yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam, dan ini juga seperti yang terdapat dalam ayat al-Qur’an.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

“Sebagaimana perkataan Ibnu ’Abbas dan murid-muridnya dalam firman Allah Ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak berhukum/memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Qs.al-Maidah : 44), mereka berkata : ”Mereka telah kafir dengan kekafiran yang TIDAK mengeluarkan dari agama”. Hal tersebut diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan selainnya dari kalangan imam-imam sunnah” [Majmu’ Al-Fatawa 7/312].

Atau yang ada pada hadits :

(1). “Dua perkara yang termasuk kekufuran adalah mencela nasab (keturunan) dan meratapi mayit” (HR. Muslim no. 236)

(2). ”Mencela muslim adalah suatu kefasikan sedangkan memerangi sesama muslim adalah kufur” (HR.At-Tirmidzi no. 2846)

“Orang yang meremehkan dan malas melaksanakan shalat termasuk orang fasik, telah bermaksiat dan dianggap melakukan dosa besar, tetapi tidak digolongkan sebagai kafir. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur (kebanyakan ulama), madzhab Imam Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan pengikutnya, Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya” (lihat Shahih Fiqh Sunnah I/222).

Pendapat ini berdasarkan :

(1). Firman Allah Ta’ala

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa orang yang menyekutukan-Nya, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya” (Qs.an-Nisaa’ : 48)

Dari ayat tersebut dapat difahami, bahwa selain dosa menyekutukan Allah, seseorang masih dapat diampuni dosanya. Artinya, dosa meninggalkan shalat karena malas, tergolong dosa yang masih bisa diampuni. Seseorang masih bisa diampuni oleh Allah jika ia bertaubat, maka orang tersebut masih Islam bukan kafir.

(2). “Shalat lima waktu telah Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang bertemu Allah dengan mengerjakannya tanpa menyia-nyiakannya sedikitpun, maka baginya janji dari sisi Allah yaitu Allah memasukkannya ke dalam surga. Namun barangsiapa yang bertemu Allah dengan mengerjakan shalat lima waktu, tetapi ada suatu hak yang kurang darinya walaupun sedikit, maka ia akan menemui-Nya dengan tanpa adanya janji baginya. Jika Allah menghendaki maka Dia akan mengadzabnya dan jika Allah menghendaki maka Dia akan mengampuninya” (HR. Abu Dawud no. 1420, hadits dari Ubadah bin Shamit)

(3). “Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika dia menyempurnakannya maka akan ditulis baginya yang sunnah dan jika dia tidak menyempurnakannya, maka Allah berfirman kepada Malaikat-Nya : Lihatlah, apakah kalian menemukan pada hamba-Ku dari shalat sunnahnya ? Maka sempurnakan dengan shalat sunnah tersebut dari shalat wajibnya YANG HILANG. Kemudian amalan-amalan yang lain juga akan dihisab seperti itu” (HR. Ibnu Majah no. 1426, hadits dari Tamim ad-Dari, lihat Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1181 dan Shahih Sunan Abu Dawud no. 812)

Juga dalil yang menyatakan bahwa siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah akan masuk surga tanpa ada syarat harus melakukan shalat :

(4). “Siapa yang mengucapkan : “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, ‘Isa adalah hamba Allah, putra dari hamba perempuan Allah, kalimat-Nya yang Dia berikan kepada Maryam dan ruh ciptaan-Nya, dan surga itu benar adanya, neraka pun benar adanya”, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga atas apa yang telah dikerjakan” (HR. Bukhari no. 3435 dan Muslim no. 28, hadits dari Ubadah bin Shamit).

(5). “Tidaklah seorang hamba yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah saja dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah mengharamkan neraka baginya” (HR.Bukhari no. 128 dan Muslim no. 32, hadits dari Mu’adz bin Jabal).

(6). “Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya’ir (satu jenis gandum). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat burrah (satu jenis gandum juga). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat semut yang sangat kecil” (HR. Bukhari no. 44, hadits dari Anas bin Malik).

(7). “…..Dan mereka adalah orang-orang yang Allah merdekakan dan Allah masukkan ke dalam surga “Tanpa Amalan Yang Pernah Mereka Amalkan dan Kebaikan Yang Mereka Lakukan”. Allah kemudian berfirman : “Masuklah kalian ke dalam surga. Apa yang kalian lihat maka itu akan kalian miliki” [HR.Muslim no. 183, hadits dari Abu Sa’id al-Khudri]

(8). “(Ajaran) Islam akan terkikis sebagaimana hiasan baju yang terkikis sehingga tidak di ketahui apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu ibadah dan apa itu sedekah, dan akan ditanggalkan Kitabullah di malam hari, sehingga tidak tersisa di muka bumi satu ayat pun. Yang tersisa adalah beberapa kelompok manusia yang telah lanjut usia dan lemah, mereka berkata, ‘Kami menemui bapak-bapak kami di atas kalimat ‘Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah’, maka kami mengucapkannya”. Shilah berkata kepadanya : “Apakah perkataan Laa ilaaha illallaah bermanfaat bagi mereka, meskipun mereka tidak mengetahui shalat, puasa, haji, dan shadaqah?”. Lalu Hudzaifah berpaling darinya, lantas ia (Shilah bin Zufar) mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Kemudian Hudzaifah menjawab : “Wahai Shilah, kalimat itu (laa ilaaha illallaah) akan menyelamatkan mereka dari api neraka”. Hudzaifah mengucapkan itu sebanyak tiga kali.”

[HR.Ibnu Majah no. 4049 dan Al-Hakim 4/473, hadits dari Hudzaifah bin al-Yaman].

“Ibnu Syihab Az-Zuhri, Sa’id ibnul Musayyab, ‘Umar bin Abdil ‘Aziz, Abu Hanifah, Dawud bin ‘Ali dan Al-Muzani berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas tidaklah divonis kafir, namun fasik. Ia harus ditahan atau dipenjara oleh pemerintah muslimin dan dipukul dengan pukulan yang keras sampai darahnya bercucuran. Hukuman ini terus ditimpakan padanya sampai ia mau bertaubat dan mengerjakan shalat atau sampai mati dalam penjara. Hukuman bunuh tidak sampai dijatuhkan padanya kecuali bila ia menentang kewajiban shalat…” [lihat Al-Majmu’ 3/19].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu’ Fatawa 22/40-53 :

(1). Orang yang menolak untuk mengerjakan shalat sampai ia dibunuh, sementara di hatinya sama sekali tidak ada pengakuan akan kewajiban shalat dan tidak ada keinginan untuk mengerjakannya. Orang ini kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.

(2). Orang yang terus-menerus meninggalkan shalat sampai meninggalnya, sama sekali ia tidak pernah sujud kepada Allah. Ia pun tidak mengakui kewajibannya maka orang ini pun kafir.

(3). Orang yang tidak menjaga shalat lima waktu, ini adalah keadaan kebanyakan manusia. Sekali waktu ia mengerjakan shalat, pada kali lain ia meninggalkannya. Orang yang keadaannya seperti ini berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah menghendaki akan diadzab, kalau tidak maka Allah akan mengampuninya. Dalilnya adalah hadits ‘Ubadah bin Shamit yang telah disebutkan di atas.

(4). Kaum mukminin yang menjaga shalat mereka. Inilah yang mendapat janji untuk masuk surga Allah.

Al-Imam Al-Albani berkata :

“Aku berpandangan bahwa yang benar adalah pendapat jumhur. Adapun riwayat yang datang dari sahabat bukanlah nash yang memastikan bahwa yang mereka maksudkan dengan kufur adalah kufur yang membuat pelakunya kekal di dalam neraka….” (lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah 1/174)

Wallahul Muwaffiq

Abu Muhammad Bakkar