Coba kita baca satu ayat di dalam Surat Al-Furqon ,ketika Allah Ta’ala berfirman :

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا

“ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit kedua jari tangannya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.”[1]

            Lantas, hari apa gerangan di hari itu?. Apa yang telah ia berbuat dengan kezhalimannya, dan siapa yang menzhaliminya?. Dan mengapa ia menggigit kedua tangannya dan tidak menggigit hanya satu tangannya?, atau mengapa ia tidak menggigit hanya beberapa jari jemarinya, atau bahkan hanya menggigit satu jarinya saja?.

            Banyak pertanyaan kelak akan dilontarkan kepada kita yang disertai dengan dengan bukti rekaman canggih nan lengkap mendetail dari setiap perbuatan kita. Rekaman tersebut bisa disaksikan secara zhahir dan bathin, baik dari sisi gerakan kejadian maupun perasaan. Pada hari yang dahsyat dimana semua makhluk Allah berdiri di hadapanNya untuk mempertanggung jawabkan seluruh amal perbuatannya kelak, terutama jin dan manusia akan dimintai pertangung jawaban mereka kelak di hari itu.

Berdiri di hadapanNya dalam keadaan tidak berpakaian sehelai benang pun , dan juga  dalam keadaan belum dikhitan. Pada satu tempat yang sangat menakutkan, yang membuat nafas terengah-engah dan jantung pun bergedup kencang,begitu juga anggota tubuh lainnya gemetar lantaran ketajutan yang amat dahsyat dirasakan di hari itu. Hingga anak-anak menjadi menua lantaran kedahsyatan hari tersebut, dan semua manusia menyesali apa-apa yang telah diperbuat di dalam kehidupannya ketika masih di dunia, tidak ada seorang pun yang bisa terhindar dari kepayahan dan ketakutan di hari itu.

            Kezhaliman itu ada 2 macam, zhalim terhadap diri sendiri dan zhalim terhadap orang lain. Kebanyakan memang 2 kezhaliman ini terkumpul menjadi satu pada pelaku kezhaliman. Barangsiapa yang menzhalimi orang lain dan merampas apa-apa yang bukan haknya menjadikan pelakunya merasa bebas memiliki apa-apa yang bukan hak atasnya tanpa ada penghalang atas kezhaliman tersebut, maka ia akan melakukan apapun demi keegoisannya.

            Ayat ini turun berkenaan dengan kisah orang yang menyesali kedekatannya dengan orang yang tidak mengajaknya menuju ketaatan terhadap Allah Ta’ala, malah menjadikannya mendapat adzab dari Allah Ta’ala kelak di hari kiamat. Di dalam Tafsir Al-Baghawi “Ma’aalimut Tanziil”, disebutkan , bahwasanya pada ayat berikut ini :

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ 

“ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit kedua jari tangannya, (menyesali perbuatannya)”[2]

 Pelaku kezhaliman yang dimaksud dalam ayat ini adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. ‘Uqbah adalah seseorang yang tidaklah ia pulang dari safar melainkan ia akan membuatkan hidangan perjamuan yang kemudian ia mengundang para pembesar di kaumnya. Ia juga sering hadir di majelisnya Rasulullah `. Suatu hari ia pulang dari perjalanan safar lalu membuat hidangan jamuan makan , kemudian ia megundang kaumnya seperti biasa. ‘Uqbah juga mengundang Rasululllah `. Pada saat ia menyajikan makanan , Rasululllah bersabda :

مَا أَنَا بِآكُل طَعَامَكَ حَتّٰى تَشْهَدَ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُوْلَ اللهِ

“ Aku tidak akan menyantap hidanganmu sampai engkau bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku adalah utusan Allah “

            Maka ‘Uqbah berkata : “ Aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah ”. Maka Rasulullah ` baru menyantap hidangan yang disajikan oleh ‘Uqbah.

            Padahal ‘Uqbah adalah salah seorang temannya Ubay bin Khalaf. Ketika Ubay bin Khalaf mendengar kabar ini , ia bertanya kepada ‘Uqbah : “ Wahai ‘Uqbah , apakah engkau hanya berpura-pura?”. ‘Uqbah menjawab : “ Demi Allah aku tidak berpura-pura. Akan tetapi telah datang salah seorang yang enggan menyantap hidanganku kecuali jika aku bersaksi kepadanya bahwasanya ia adalah utusan Allah, akaupun malu kalau ia sampai meninggalkan rumahku dan tak menyantap jamuan hidangan yang telah kusediakan”. Pada saat itu ucapan dua kalimat yang terlontar dari mulut ‘Uqbah tidak lain hanya karena mencari ridho manusia, bukan perkataan yang ikhlas karena Allah Ta’ala.

Mendengar cerita ‘Uqbah, Ubay bin Khalaf marah.Sekalipun ‘Uqbah hanya karena malu di hadapan tamu undangan perjamuannya, Ubay bin Khalaf tidak pernah rela kalau Rasulullah ` dimuliakan seperti yang ia dengar. Dalam keadaan marah kepada ‘Uqbah, Ubay bin Khalaf mengatakan kepadanya : “ Aku tidak akan ridho terhadapmu kecuali jika engkau mendatangi Muhammad lalu meludahi wajahnya”.

Maka ‘Uqbah bin Abi Mu’ith melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Ubay bin Khalaf. Adh-Dhahhak berkata : ‘ Ketika ‘Uqbah meludahi wajah Rasulullah `,,, ludahnya berbalik kembali kea rah pipi ‘Uqbah dalam keadaan yang sangat panas hingga meninggalkan bebas di wjah ‘Uqbah’. Setelah ia melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Ubay bin Khalaf, Rasulullah ` dengan murkanya mengatakan kepada ‘Uqbah :

لَا أَلقَاكَ خَارِجًا مِن مَكَّةَ إِلَّا عَلَوْتُ رَأسَكَ بِالسَّيْفِ

“ Aku tidak akan mendapatimu keluar dari kota Mekkah melainkan aku angkat kepalamu dengan pedang.”

Setelah kejadian tersebut ,’Uqbah bin Abi Mu’ith terbunuh pada perang Badar. Adapun Ubay bin Khalaf terbunuh di tangan Rasulullah ` pada perang Uhud.

Asy-Sya’bi berkata : ‘Uqbah bin Abi Mu’ith bersahabat karib dengan Umayyah bin Khalaf,akan tetapi ‘Uqbah masuk Islam. Umayyah mengatakan : “ Wajahku haram melihat wajahmu jika engkau berbai’at kepada Muhammad”. Maka setelah itu turun ayat :

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ

“ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit”

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith bin ‘Abdi Syams bin Manaf.

عَلٰى يَدَيْهِ

“menggigit kedua jari tangannya, (menyesali perbuatannya)”

Menggigit kedua tangannya dengan penuh penyesalan atas kelalaiannya dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah k, dan terjerumus ke dalam ma’shiyat dan kufur kepada Allah k, lantaran lebih menaati sahabatnya yang menghalangi ia dari jalan Allah k.

            ‘Atha’ berkata : Memakan kedua tangannnya sampai kedua sikunya, kemudian tumbuh kembali, lalu memakannya . Begitu seterusnya berulang ,setiap kali kedua tangannya tumbuh langsung dimakan kembali sebagai ungkapan penyesalan atas apa yang telah diperbuat.

يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ

“seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil..”

Menyesali seandainya ia ketika di dunia…..

مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا

‘Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.”

Seandainya aku menjadi pengikut Nabi Muhammad ` , hingga aku mengambil jalan petunjuk.

Sumber :

http://www.saaid.net/Minute/871.htm

https://www.alukah.net/sharia/0/144760/


[1] Q.S.Al-Furqan : 27.

[2] Q.S.Al-Furqan : 27.