Sebagai seorang hamba penyandang predikat makhluk mulia di atas makhluk-Nya yang lain selayaknya bagi kita untuk bersyukur. Betapa tidak? Berbagai limpahan nikmat tak henti-hentinya selalu Allah Ta’ala alirkan melalui sendi-sendi kehidupan manusia. Bukankah Allah Ta’ala telah hamparkan bumi sebagai tempat berpijak? Ataukah Allah ta’ala bentangkan langit sebagai naungan? Sungai yang mengalir deras diantara kebun-kebun yang rindang? Sungguh benar firman Allah Ta’ala,

{ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا }

“Jikalau kalian mau menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidaklah mampu menghitungnya”[Q.S. Ibrahim : 34]

Maka segala nikmat yang kita rasakan, baik berupa mata untuk melihat, kaki untuk berjalan, sampai setiap nafas yang berhembus, sejatinya adalah nikmat Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala mengatakan,

{وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ}

“Segala sesuatu yang ada pada kalian berupa nikmat maka sejatinya adalah dari Allah” [Q.S. An-Nahl : 53]  

Nikmat terbesar, nikmat hidayah di atas sunnah

Jikalau kita mencermati, ternyata di antara nikmat terbesar yang Allah Ta’ala limpahkan kepada seorang hamba adalah nikmat hidayah di atas sunnah. Dan dengan sebab nikmat hidayah ini akan menjunjung kehidupan yang mulia di dunia dan akhirat. Serta hidayah di atas sunnah merupakan salah satu sebab di antara sebab-sebab dijauhkannya seorang hamba dari adzab Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِِي يَدخُلُونَ الجَنَّّةَ إِلاَّ مَنْ أَبٰى، قَالُواْ: وَمَن يَأبٰٰى يَا رَسُُولَ اللّٰهِ؟، قَالَ: مَن أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّّةََ، وَمَن عََصَانِي فَقَدْ أَبٰى

“Setiap umatku masuk ke dalam surga kecuali orang-orang yang enggan.” Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan masuk kedalam surga?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Barang siapa yang menaatiku dia akan masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku maka dia enggan masuk surga.”[H.R. Bukhari : 7280]

Juga dalam sabdanya,

سََتَفْتَرِقُ هٰذِهِ الأُمَّةُ عَلٰى ثَلَاثً وَسََبْعِيْنَ فِرْقَةًً، كُلُّهََا فِي النَّارِ إِلَّّا وَاحِدَةً” قَالُواْ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولََ اللّٰهِ؟ قَالََ: “مَن كَانَ عَلٰى مِثْلِ مَا أََنَا عَلََيْهِ وَأََصْحَابِي”

“Umatku akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya masuk neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya ‘siapakah yang satu tersebut wahai Rasullullah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ (Mereka adalah) orang-orang yang meniti jalanku dan jalan para sahabatku.”[H.R. Abu Dawud : 4596 & Ibnu Majah : 3991]

Dalam sebuah riwayat “Mereka adalah Jama’ah”  

Ini menunjukan bahwa betapa besar dan berharganya nikmat diatas sunnah. Maka jangan sampai seorang yang mengaku mengikuti sunnah menukarkan nikmat berharga ini dengan secuil dari nilai duniawi. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensifatkan dunia dengan rendah dan hina?

لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللّٰهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقٰى كََافِراً مِنْهَا شُرْبَةَ مَاءٍ

“Kalau seandainya dunia memiliki harga di sisi Allah setara dengan harga sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum orang kafir walau seteguk air”[H.R. Bukhari : 2320]

Wallahu a’lam.

Oleh Rasyid Ridho Sidoarjo