Alhamdulillah , shalawat dan salam bagi Rasulullah ﷺ.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan dalam kitab beliau -Kitab Tauhid-,

Bab 12
Bernadzar kepada selain Allah ﷻ

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
“Mereka menepati nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” QS Al Insan : 7.
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
“Dan apapun yang kalian nafkahkan, dan apapun yang kalian nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Al Baqarah, 270).
من نذر أن يطيع الله فليطعه، ومن نذر أن يعصي الله فلا يعصه
Siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka ia wajib mentaatinya, dan barang siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah maka ia tidak boleh bermaksiat kepadaNya (dengan melaksanakan nadzarnya itu).

Nadzar adalah ibadah, hanya diserahkan dan ditujukan kepada Allah ﷻ. Kita ikrarkan selalu dalam shalat kita dengan membaca ayat, “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami meminta”.

Nadzar adalah mewajibkan suatu kedekatan kepada Allah ﷻ yang asalnya tidak diwajibkan oleh syariat. Contoh, seseorang mengatakan nadzar, “kalau saya sembuh, saya akan potong kambing 3 ekor dan saya sedekahkan semuanya”.

Untuk mengetahui jenis-jenis nadzar beserta hukum dan konsekuensinya maka kita dapat mengklasifikasikan nadzar sebagai berikut. Secara umum nadzar terbagi menjadi dua;
Nadzar kepada Allah
Nadzar kepada selain Allah (kesyirikan).

Nadzar kepada Allah ﷻ mencakup 3 jenis nadzar
Nadzar yang berbentuk ketaatan kepada Allah ﷻ.
Nadzar yang berbentuk maksiyat kepada Allah ﷻ. Seperti kala seseorang bernadzar menyembelih hewan sembelihan karena Allah ﷻ namun dia lakukan penyembelihan tersebut di tempat yang disana terdapat berhalanya kaum musyrikin. Perbuatan ini adalah maksiat karena telah tetap larangan dari hadits Nabi ﷺ atasnya. Hukumya haram dilakukan dan wajib membayar kaffarah sumpah.
Nadzar pada perkara yang bukan miliknya. Seperti kala seseorang mengatakan nadzar, “saya akan menyembelih hewan si fulan jika saya sembuh”, hukumnya adalah haram karena barang tersebut bukan miliknya, dan wajib atasnya membayar kaffarah atas nadzar yang telah dia ucapkan tersebut.

Nadzar yang merupakan ketaatan kepada Allah ﷻ memiliki dua pola
Nadzar muqayyad (bersyarat), contohnya
Seseorang bernadzar suatu amalan saat mendapat nikmat, seperti seseroang yang mengatakan , “jika aku lulus maka aku akan berpuasa”.
Seseorang bernadzar suatu amalan saat hilang darinya kesusahan, “jika barangku yang hilang ketemu lagi, maka aku aka bersedeqah sebanyak satu juta”.
Hukum mengucapkannya (kedua pola ini) adalah makruh, namun jika sudah terjadi maka akan menjadi ibadah dan wajib dilakukan.
Rasulullah ﷺ bersabda :
لا تنذروا فإن النذر لا يغني من القدر شيئا وإنما يستخرج به من البخيل
“Janganlah kalian bernadzar, sesungguhnya nadzar itu tidak bisa merubah taqdir sama sekali, nadzar itu dikeluarkan dari orang yang bakhil”.

Nadzar muthlaq (tanpa syarat).
Terkadang ada orang-orang yang ingin mengokohkan dirinya dengan bernadzar setelah ada niatan untuk beribadah seperti berinfaq sebelum niat itu berubah karena adanya godaan dari syaithan. Nadzar dalam kondisi seperti ini adalah terpuji.

Nadzar kepada selain Allah ﷻ (makhluq).
Makhluq ini bersifat umum, yaitu nadzar kepada siapa saja, Nabi, Wali, Sunan, Habib, Ustadz, Jin, Malaikat dan lain-lain. Hukumnya haram dilakukan, dan tidak pula diwajibkan membayar kaffarah atasnya karena nadzar tersebut tidak dianggap dan setiap nadzar yang tidak ditujukan kepada Allah ﷻ adalah nadzar kesyirikan, tidak ada kehormatannya sama sekali, berbeda dengan nadzar yang dilakukan dengan nama Allah ﷻ.

Imam Asysyirbini mengatakan, “kalau ada orang yang memberi penerangan di areal kuburan, diniatkan nadzarnya agar orang mudah mendapat akses ke kuburan, maka ini tidak mengapa, namun jika diniatkan adalah memberikan penerangan pada dzat kuburan tersebut, demi pengagungan kuburan, atau penghuni kubur, atau orang yang dianggap sebagai penghuni kubur tersebut, walaupun disertai tujuan selklaigus bagi kemudahan orang yang berziarah, maka ini nadzar yang bathil dan tidak pula dianggap. Sesungguhnya, mereka meyakini bahwa tempat-tempat ini memiliki kekhususan-kekhususan, yang dengan bernadzar disana dapat menghilangkan bala”. Imam Asysyirbini juga melanjutkan bahwa nadzar seperti ini tidak diperbolehkan dengan sebab-sebab sebagai berikut:
Karena nadzar ini ditujukan kepada makhluq,nadzar adalah ibadah dan ibadah hanya ditujukan kepada Allah ﷻ saja.
Karena nadzar ini ditujukan kepada mayyit, sedangkan dalam keadaan hidup saja tidak boleh, apalagi dalam keadaan sudah meninggal.
Karena ada kesyirikan dan kekufuran, kala orang yang bernadzar tersebut meyakini bahwa mayat dapat melakukan sesuatu di alam semesta ini dengan kuasanya sendiri.

Imam Assuwaidi dalam kitab beliau “al ‘iqd atstsamin” mengatakan, “masih ada tersisa bentuk nadzar yang lain di zaman ini (zaman beliau), seperti bernadzar kepada Nabi Ibrahim ﷺ, Nabi Muhammad ﷺ, dan mayat orang-orang shalih, dengan memberikan makanan, lilin dan kurban-kurban pada penghuni kubur. Jika bernadzar kepada wali sudah diketahui bahwa mereka tidka bernadzar kecuali memiliki keyakinan bahwa si wali bisa memberi, bisa menahan, bisa menghilangkan bala dan lain sebagainya, ini semua adalah kesyirikan”.

Sebagaimana disabdakan Nabi ﷺ, bahwa nadzar tidaklah dapat mengubah taqdir, serta nadzar tidaklah akan datang dengan kebaikan, maka hindarilah banyak bersumpah dan banyak bernadzar. Orang-orang shalih dipuji oleh Allah ﷻ, karena mereka berusaha menunaikan nadzar mereka, mereka takut terhadap hari kiamat, sebagaimana disadur oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari surat al Insan ayat 7 di atas.

Dan juga perlu diingatkan bahwa nadzar adalah ibadah yang membutuhkan keikhlasan, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إنما النذر ما ابتغي به وجه الله
“Sesungguhnya nadzar adalah ibadah yang ditujukan untuk mencari wajah Allah”. HR Imam Ahmad.