Allah Ta’ala telah berfirman :

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) : “Ikutilah Millah Ibrahim, seorang yg hanif……” (Qs.16:123).

Millah Ibrahim adalah sikap Nabi Ibrahim dalam beragama.

Contoh pertama :
Ketika Allah memerintahkannya untuk pergi meninggalkan istri & anaknya di padang pasir dengan tidak ada air dan tumbuh2an, tapi Nabi Ibrahim hanya SAMI’NAA WA ATHO’NAA (kami dengar, kami taat)

Contoh kedua :

Nabi Ibrahim sudah lama ingin mempunyai anak dan baru ketika sudah sangat tua Allah pun menganugerahi seorang anak yang rupawan, pintar, taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Nabi Ismail. Tapi ketika Ismail menginjak remaja maka Nabi Ibrahim diperintah menyembelih anaknya yang sangat disayanginya itu, maka ia pun pasrah terhadap perintah Allah dengan SAMI’NAA WA ATHO’NAA dan begitu pula sikap Nabi Ismail yang bersabar atas ujian Allah kepadanya.

Subhanallah…….!!!

Lihatlah dua pengorbanan agung dari dua hamba Allah yang telah begitu total kepasrahan dan ketaatannya yang hakiki kepada Allah. Tidak terlihat dalam sikapnya sebuah keraguan atau keberatan…

Yang satu telah mengikhlaskan miliknya yang paling disayangi yaitu anaknya dan yang satu lagi telah mengikhlaskan nyawanya sendiri…

Allah Ta’ala berfirman :

Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah…” (Qs.2:207).

Inilah hakikat dari ibadah qurban yang benar, yaitu untuk mengukur sejauh mana hakikat “KEIMANAN” seorang hamba kepada Allah, sejauh mana hakikat dari  “KEPASRAHAN” hamba itu, sejauh mana hakikat “KETAATAN” hamba itu kepada-Nya serta sejauh mana hakikat “KESABARANNYA” dalam menjalani ajaran yang telah Allah tetapkan…

Perintah berqurban adalah perintah agar hamba tidak terlalu mencintai dunia sehingga melebihi cintanya kepada Allah… Cinta dunia, cinta harta, nafsu, syahwat dan cinta-cinta semu lainnya akan senantiasa menghalangi seorang hamba untuk taat kepada Allah…

Karena keyakinan Nabi Ibrahim atas perintah Allah, maka ia lebih memilih cinta kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya untuk menyembelih anaknya…

Lalu bagaimanakah dengan kita !!?

Apakah telah menyembelih hawa nafsu dll yang dapat menjauhkan diri dari cinta kepada Allah !?

Sudahkah kita menjadikan cinta kepada Allah merupakan cinta yang tertinggi sehingga ikhlas dalam mengurbankan hawa nafsu dan keinginan yang berbeda dengan apa yang Allah inginkan !?

Perhatikan firman Allah Ta’ala :

Katakanlah : “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga-keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, (itu semua) lebih kamu cintai dari pada (cinta kepada) Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
memberikan suatu keputusan-Nya (dengan adzab). Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik
” (Qs.9:24).

Barangsiapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka dia harus melihat kedudukan Allah di sisinya…

Allah menampakkan rasa kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya dengan memberikan nikmat…

Jika manusia mendapatkan nikmat dengan kesadaran, maka akan timbul pada dirinya dua dampak yang akan segera menghubungkannya dengan Allah yaitu syukur dan cinta, tetapi jika tanpa kesadaran, maka akan menimbulkan kesombongan dan kejahatan kepada-Nya…

Maka cintailah Allah yang telah menganugerahkan nikmat-Nya atasmu yang lahir dan bathin…

Ya Allah jadikanlah kami selalu dapat berqurban untuk mendapatkan cinta-Mu dan ridho-Mu…….

Ya Allah jadikanlah kami selalu dapat berqurban untuk mendapatkan rahmat dan ampunan-Mu…….

Ya Allah jadikanlah kami termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang selalu dapat mengorbankan waktu, tenaga, fikiran, harta, jiwa dll sehingga tercatat sebagai amal shalih yang akhirnya dapat menghantarkan kami kepada surga-Mu dan menjauhkan kami dari neraka-Mu…….

Wa shallallahu ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa ashhaabihi ajma’iin, walhamdulillaahi rabbil  ‘alamin

Oleh Ustadz Abu Muhammad Bakkar